Oleh:Muhammad bin Suud Al-Uraifi
Sesungguhnya shalat Witir memiliki keutamaan yang besar dan memiliki
urgensi yang cukup besar. Dalil yang paling kuat untuk hal itu adalah,
bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah meninggalkannya,
baik ketika sedang berada di rumah ataupun dalam bepergian. Inilah dalil
yang cukup jelas mengenai betapa pentingnya shalat Witir tersebut.
Di antara dalil yang menunjukkan hal itu adalah:
Dari Abu Bashrah al-Ghifari Radhiyallahu anhu, dia berkata, "Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ اللهَ زَادَكُمْ صَلاَةً، وَهِيَ الْوِتْرُ، فَصَلُّوْهَا فِيْمَا بَيْنَ صَلاَةِ الْعِشَاءِ إِلَى صَلاَةِ الْفَجْرِ.
'Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memberi kalian tambahan
shalat, yaitu shalat Witir, maka shalat Witirlah kalian antara waktu
shalat 'Isya' hingga shalat Shubuh.'" [HR. Ahmad].[1]
Dari 'Abdullah bin 'Amr bin al-'Ash Radhiyallahu anhu, dia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ اللهَ زَادَكُمْ صَلاَةً، فَحَافِظُوْا عَلَيْهَا، وَهِيَ اَلْوِتْرُ.
"Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’alatelah memberi kalian tambahan shalat, maka peliharalah dia, yaitu shalat Witir."[2]
Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:
اِجْعَلُوْا آخِرَ صَلاَتِكُمْ بِاللَّيْلِ وِتْرًا.
"Jadikanlah akhir shalat kalian di malam hari dengan shalat Witir."[3]
Abu Hurairah Radhiyallahu anhu berkata, "Kekasihku Shallallahu ‘alaihi
wa sallam, mewasiatkan kepadaku tiga perkara yang tidak akan aku
tinggalkan hingga aku wafat; berpuasa tiga hari setiap bulan, shalat
Dhuha dan tidur setelah shalat Witir."[4]
Dari 'Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu anhu, ia menuturkan, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ اللهَ وِتْرٌ يُحِبُّ الْوِتْرَ، فَأَوْتِرُوْا يَاأَهْلَ الْقُرْآنِ.
"Sesungguhnya Allah itu ganjil dan menyukai orang-orang yang melakukan
shalat Witir, maka shalat Witirlah, wahai para ahli al-Qur-an."[5]
Ibnu 'Umar Radhiyallahu anhuma berkata, "Barangsiapa shalat sunnah di
malam hari maka hendaklah ia men-jadikan akhir shalatnya adalah shalat
Witir, karena Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan hal
itu."[6]
Dari Abu Ayyub al-Anshari Radhiyallahu anhu, ia menuturkan, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
اَلْوِتْرُ حَقٌّ، فَمَنْ شَاءَ فَلْيُوْتِرْ بِخَمْسٍ، وَمَنْ شَاءَ
فَلْيُوْتِرْ بِثَلاَثٍ، وَمَنْ شَاءَ فَلْيُوْتِرْ بِوَاحِدَةٍ.
"Shalat Witir adalah haq (benar adanya), maka barangsiapa yang mau, maka
berwitirlah lima raka'at, barangsiapa yang mau, berwitirlah tiga
raka'at dan barangsiapa yang mau, berwitirlah satu raka'at."[7]
Dari 'Aisyah Radhiyallahu anhuma ia menuturkan, "Bahwa Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam shalat di malam hari (shalat Tahajjud)
sedang ia berbaring di hadapannya. Bila tinggal tersisa shalat Witir
yang belum dilaku-kan, beliau pun membangunkannya, dan 'Aisyah pun lalu
shalat Witir."[8]
Saya katakan, "Hadits-hadits di atas menunjukkan keutamaan shalat Witir dan disunnahkan senantiasa menjaganya."
[Disalin dari kitab "Kaanuu Qaliilan minal Laili maa Yahja’uun" karya
Muhammad bin Su'ud al-‘Uraifi diberi pengantar oleh Syaikh 'Abdullah
al-Jibrin, Edisi Indonesia Panduan Lengkap Shalat Tahajjud, Penerbit
Pustaka Ibnu Katsir]
_______
Footnote
[1]. HR. Ahmad dalam kitab Musnadnya, (hadits no. 6880) dan dishahihkan
oleh al-Albani dalam kitab Silsilah Ahaadiits ash-Shahiihah (hadits no.
108).
[2]. HR. Ahmad dalam kitab Musnadnya, (hadits no. 6654) dan Ibnu Abi
Syaibah dalam kitab al-Mushannaf, (2/298). Hadits ini dinilai shahih
oleh al-Albani dalam Irwaa-ul Ghaliil, (II/159).
[3]. HR. Al-Bukhari dalam kitab al-Witr, bab Liyaj'al Aakhira Shalaatihi
Witra, (hadits no. 998) dan Muslim dalam kitab Shalaatil Musaafiriin,
bab Shalaatil Laili Matsna Matsna wal Witru Rak'atan min Aakhiril Lail,
(hadits no. 751). Keduanya meriwayatkannya dari ‘Abdullah bin 'Umar
Radhiyallahu anhuma.
[4]. HR. Al-Bukhari dalam kitab at-Tahajjud, bab Shalaatudh Dhuha fil
Hadhar, (hadits no. 1178) dan Muslim dalam kitab, Shalaatil Musafiriin
bab Istihbabi Shalaatidh Dhuha (hadits no. 721).
[5]. HR. Abu Dawud dalam kitab ash-Shalaah bab Istihbaabil Witr, (hadits
no. 1416), at-Tirmidzi dalam kitab ash-Shalaah, bab Annal Witra Laisa
bi Hatm, (hadits no. 453), an-Nasa-i dalam kitab Qiyaamul Lail, bab
al-Amru bil Witr, (hadits no. 1675), Ibnu Majah dalam kitab Iqaamatish
Shalaah, bab Maa Jaa-a fil Witr, (hadits no. 1157), Ahmad dalam
Musnadnya, (hadits no. 879). At-Tirmidzi berkata: "Ini adalah hadits
hasan." Al-Albani dalam Shahiihut Targhiib (no. 590) mengatakan, "Hadits
shahih."
[6]. HR. Muslim dalam kitab, Shalaatil Musaafiriin, bab Shalaa-til Laili
Matsna Matsna wal Witru Rak'atan min Aakhiril Lail, (hadits no. 751).
[7]. HR. Abu Dawud dalam kitab ash-Shalaah, bab Kamil Witr, (hadits no.
1421), an-Nasa-i dalam kitab, Qiyaamul Lail, bab Dzikril Ikhtilaafi
'alaz Zuhri fii Hadiitsi Abi Ayyuub fil Witr, (hadits no. 1711), Ibnu
Majah dalam kitab Iqaamatish Shalaah, bab Maa Jaa-a fil Witr bi
Tsalaatsin wa Khamsin wa Sab'in wa Tis'in, (hadits no. 1190),
ath-Thahawi dalam Syarhu Ma’aanil Aatsar, (I/291). Ibnu Hibban menilai
hadits ini shahih, (hadits no. 2407 sebagaimana terdapat dalam
al-Ihsaan) dan al-Hakim dalam al-Mustadrak, (I/444) dengan komentarnya,
"Sanad hadits ini shahih" dan disepakati oleh adz-Dzahabi.
[8]. Telah ditakhrij sebelumnya.
0 komentar:
Posting Komentar