Oleh
Syaikh Dr Fadhl Ilahi
Di antara kunci-kunci rizki lain adalah berinfaq di jalan Allah.
Pembasahan masalah ini –dengan memohon taufiq dari Allah- akan saya
lakukan melalui du poin berikut :
Pertama : Yang Dimaksud Berinfaq
Kedua : Dalil Syar’i Bahwa Berinfaq Di Jalan Allah Adalah Termasuk Kunci-Kunci Rizki.
Pertama : Yang Dimaksud Berinfaq
Di tengah-tengah menafasirkan firman Allah.
“Artinya : Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan, niscaya Dia akan menggantinya” [Saba’ : 39]
Syaikh Ibnu Asyur berkata : “Yang dimaksud dengan infaq di sini adalah
infaq yang dianjurkan dalam agama. Seperti berinfaq kepada orang-orang
fakir dan berinfaq di jalan Allah untuk menolong agama. [Tafsirut Tahrir
wa Tanwir, 22/221]
Kedua : Dalil Syar’i Bahwa Berinfaq Di Jalan Allah Adalah Termasuk Kunci Rizki.
Ada beberapa nash dalam Al-Qur’anul karim dan Al-Hadits Asy-Syarif yang
menunjukkan bahwa orang yang berinfaq di jalan Allah akan diganti oleh
Allah di dunia. Disamping, tentunya apa yang disediakan oleh Allah
baginya dari pahala yang besar di akhirat. Di antara dalil-dalil itu
adalah sebagai berikut.
[1]. Firman Allah.
“Artinya : Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan maka Allah akan
menggantinya dan Dialah Pemberi rizki yang sebaik-baiknya” [Saba’ : 39]
Dalam menafsirkan ayat di atas, Al-Hafizh Ibnu katsir berkata :
“Betapapun sedikit apa yang kamu infakkan dari apa yang diperintahkan
Allah kepadamu dan apa yang diperbolehkanNya, niscaya Dia akan
menggantinya untukmu di dunia, dan di akhirat engkau akan diberi pahala
dan ganjaran, sebagaimana yang disebutkan dalam hadits ..” [1]
Imam Ar-Razi berkata, ‘Firman Allah : “Dan barang apa saja yang kamu
nafkahkan maka Allah akan menggantinya” adalah realisasi dari sabda Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Tidaklah para hamba berada di pagi
hari ….” [Al-Hadits]. Yang demikian itu karena Allah adalah Penguasa,
Mahatinggi dan Mahakaya. Maka jika Dia berkata : “Nafkahkanlah dan Aku
yang akan menggantinya”, maka itu sama dengan janji yang pasti Ia
tepati. Sebagaimana jika Dia berkata : ‘Lemparkalah barangmu ke dalam
laut dan Aku menjaminnya”
Maka, barangsiapa berinfak berarti dia telah memenuhi syarat untuk
mendapatkan ganti. Sebaliknya, siapa yang tidak berinfak maka hartanya
akan lenyap dan dia tidak berhak mendapatkan ganti. Hartanya akan hilang
tanpa diganti, artinya lenyap begitu saja.
Yang mengherankan, jika seorang pedagang mengetahui bahwa sebagian dari
hartanya akan binasa, ia akan menjualnya dengan cara nasi’ah (pembayaran
di belakang), meskipun pembelinya termasuk orang miskin. Lalu ia
berkata, hal itu lebih baik daripada pelan-pelan harta itu binasa. Jika
ia tidak menjualnya sampai harta itu binasa maka dia akan disalahkan.
Dan jika ada orang mampu yang menjamin orang miskin itu, tetapi ia tidak
mejualnya (kepada orang tersebut) maka dia disebut orang gila.
Dan sungguh, hampir setiap orang melakukan hal ini, tetapi masing-masing
tidak menyadari bahwa hal itu mendekati gila. Sesungguhnya harta kita
semuanya pasti akan binasa. Dan menafkahkan kepada keluarga dan
anak-anak adalah berarti memberi pinjaman. Semuanya itu berada dalam
jaminan kuat, yaitu Allah Yang Maha Tinggi. Allah berfirman : “Dan
barang apa saja yang kamu nafkahkan maka Dia pasti menggantinya”.
Lalu Allah memberi pinjaman kepada setiap orang, ada yang berupa tanah,
kebun, penggilingan, tempat pemandian untuk berobat atau manfaat
tertentu. Sebab setiap orang tentu memiliki pekerjaan atau tempat yang
daripadanya ia mendapatkan harta. Dan semua itu milik Allah. Di tangan
manusia, harta itu adalah pinjaman. Jadi, seakan-akan barang-barang
tersebut adalah jaminan yang diberikan Allah dari rizkiNya, agar orang
tersebut percaya penuh kepadaNya bahwa dia berinfak, Allah pasti akan
menggantinya. Tetapi mesti demikian, ternyata ia tidak mau berinfak dan
membiarkan hartanya lenyap begitu saja tanpa mendapat pahala dan
disyukuri. [At-Tafsir Al-Kabir, 25/263]
Selain itu, Allah menegaskan janjiNya dalam ayat ini kepada orang yang
berinfak untuk menggantinya dengan rizki (lain) melalui tiga penegasan.
Dalam hal ini, Ibnu Asyur berkata : “Allah menegaskan janji tersebut
dengan kalimat bersyarat, dan dengan menjadikan jawaban dari kalimat
bersyarat itu dalam bentuk jumlah ismiyah dan dengan mendahulukan musnad
ilaih (sandaran) terhadap khabar fi’il nya yaitu dalam firmanNya :
“Fahuwa Yukhlifuhu”. Dengan demikian, janji tersebut ditegaskan dengan
tiga penegasan yang menunjukkan bahwa Allah benar-benar akan
merealisasikan janji itu. Sekaligus menunjukkan bahwa berinfak adalah
sesuatu yang dicintai Allah. [Tafsirut Tahrir wa Tanwir,22/221]
Dan sungguh janji Allah adalah sesuatu yang tegas, yakin, pasti dan
tidak ada keraguan untuk diwujudkannya, walaupun tanpa adanya penegasan
seperti di atas. Lalu, bagaimana halnya jika janji itu ditegaskan dengan
tiga penegasan ?
[2]. Dalil Lain Adalah Firman Allah.
“Artinya : Setan menjanjikan (menakut-nahkuti) kamu dengan kemiskinan
dan menyuruh kamu berbuat kejahatan (kikir) ; sedang Allah menjanjikan
untukmu ampunan daripadaNya dan karunia. Dan Allah Mahaluas (karuniaNya)
lagi Maha Mengetahui” [Al-Baqarah : 268]
Menafsirkan ayat mulia ini, Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhu berkata : “Dua
hal dari Allah, dua hal dari setan. ‘Setan menjanjikan (menakut-nakuti)
kamu dengan kemiskinan’. Setan itu berkata, ‘Jangan kamu infakkan
hartamu, peganglah untukmu sendiri karena kamu membutuhkannya’. “Dan
menyuruh kamu berbuat kejahatan (kikir)”.
(Dan dua hal dari Allah adalah), “Allah menjanjikan untukmu ampunan
daripadaNya”, yakni atas maksiat yang kamu kerjakan, “dan karunia”
berupa rizki.[2]
Al-Qadhi Ibnu Athiyah menafsirkan ayat ini berkata : “Maghfirah (ampunan
Allah) adalah janji Allah bahwa Dia akan mencukupi kesalahan segenap
hambaNya di dunia dan di akhirat. Sedangkan al-fadhl (karunia) adalah
rizki yang luas di dunia, serta pemberian nikmat di akhirat, dengan
segala apa yang telah dijanjikan Alla Ta’ala [Al-Muharrarul Wajiz,
2/329]
Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyah dalam menafsirkan ayat yang mulia ini
berkata : “Demikianlah, peringatan setan bahwa orang yang menginfakkan
hartanya, bisa mengalami kefakiran bukanlah suatu bentuk kasih sayang
setan kepadanya, juga bukan suatu bentuk nasihat baik untuknya. Adapun
Allah, maka ia menjanjikan kepada hambaNya ampunan dosa-dosa
daripadaNya, serta karunia berupa penggantian yang lebih banyak daripada
yang ia infakkan, dan ia dilipatgandakanNya baik di dunia saja atau di
dunia dan di akhirat” [3]
Kedua : Dalil Syar’i Bahwa Berinfaq Di Jalan Allah Adalah Termasuk Kunci-Kunci Rizki.
[3]. Dalil Lain Adalah Hadits Riwayat Muslim.
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberitahukan kepadanya.
“Artinya : Allah Tabaraka wa Ta’ala berfirman, ‘Wahai anak Adam!’
berinfaklah, niscaya Aku berinfak (memberik rizki) kepadamu” [Shahih
Muslim, Kitab Az-Zakah, Bab Al-Hatstsu ‘alan Nafaqah wa Tabsyiril Munfiq
bil Khalf, no. 36 (963), 2/690-691]
Allahu Akbar ! Betapa besar jaminan orang yang berinfak di jalan Allah !
Betapa mudah dan gampang jalan mendapatkan rizki ! Seorang hamba
berinfak di jalan Allah, lalu Dzat Yang DitanganNya kepemilikan segala
sesuatu memberikan infak (rizki) kepadanya. Jika seorang hamba berinfak
sesuai dengan kemampuanya maka Dzat Yang memiliki perbendaharaan langit
dan bumi serta kerajaan segala sesuatu akan memberi infak (rizki)
kepadanya sesuai dengan keagungan, kemuliaan dan kekuasanNya.
Imam An-Nawawi berkata : “Firman Allah, ‘Berinfaklah, niscaya Aku
berinfak (memberi rizki) kepadamu’ adalah makna dari firman Allah dalam
Al-Qur’an.
“Artinya : Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan maka Dialah yang akan menggantinya” [Saba : 39]
Ayat ini mengandung anjuran untuk berinfak dalam berbagai bentuk
kebaikan, serta berita gembira bahwa semua itu akan diganti atas karunia
Allah Ta’ala. [Syarh An-Nawawi 7/79]
[4]. Dalil Lain Bahwa Berinfak Di Jalan Allah Adalah Diantara Kunci-Kunci Rizki.
Apa yang diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari dari Abu Hurairah
radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda.
“Artinya : Tidaklah para hamba berada di pagi hari kecuali di dalamnya
terdapat dua malaikat yang turun. Salah satunya berdo’a, ‘Ya Allah,
berikanlah kepada orang yang berinfak ganti (dari apa yang ia
infakkan)’. Sedang yang lain berkata, ‘Ya Allah, berikanlah kepada orang
yang menahan (hartanya) kebinasaan (hartanya)” [Shahihul Bukhari, Kitab
Az-Zakah, Bab Firman Allah Tentang Do’a : Ya Allah, berikanlah ganti
kepada orang yang menginfakkan hartanya’ no. 1442, 3/304]
Dalam hadits yang mulia ini, Nabi yang mulia Shallallahu ‘alaihi wa
sallam mengabarkan bahwa terdapat malaikat yang berdo’a setiap hari
kepada orang yang berinfak agar diberikan ganti oleh Allah. Maksudnya
–sebagaimana yang dikatakan oleh Al-Mulla Ali Al-Qari- adalah ganti yang
besar. Yakni ganti yang baik, atau ganti di dunia dan ganti di akhirat.
Hal itu berdasarkan firman Allah.
“Artinya : Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan maka Dialah yang akan
menggantinya. Dan Dia-lah sebaik-baik Pemberi rezki” [Saba : 39] [4]
Dan diketahui secara umum bahwa do’a malaikat adalah dikabulkan (Lihat
Umdatul Qari, 8/307), sebab tidaklah mereka mendo’akan bagi seorang
melainkan dengan izinNya. Allah berfirman.
“Artinya : Dan mereka tiada memberi syafa’at melainkan kepada orang yang
diridhai Allah, dan mereka itu selalu berhati-hati karena takut
kepadaNya” [Al-Anbiya : 28]
[5]. Dalil Lain Adalah Apa Yang Diriwayatkan Oleh Imam Al-Baihaqi
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
“Artinya : Berinfaklah wahai Bilal ! Jangan takut dipersedikit (hartamu) oleh Dzat Yang memiliki Arsy” [5]
Aduhai, alangkah kuat jaminan dan karunia Allah bagi orang yang berinfak
di jalanNya ! Apakah Dzat Yang memiliki Arsy akan menghinakan orang
yang berinfak di jalanNya, sehingga ia mati karena miskin dan tak punya
apa-apa ? Demi Allah, tidak akan demikian!
Al-Mulla Ali Al-Qari menjelaskan kata “Iqlaalaa” dalam hadits tersebut
berkata, ‘Maksudnya, dijadikan miskin dan tidak punya apa-apa’, Artinya.
‘Apakah engkau takut akan disia-siakan oleh Dzat Yang mengatur segala
urusan dari langit ke bumi ?’. Dengan kata lain, ‘Apakah kamu takut
untuk digagalkan cita-citamu dan disedikitkan rzikimu oleh Dzat Yang
rahmatNya meliputi penduduk langit dan bumi, orang-orang mukmin dan
orang-orang kafir, burung-burung dan binatang melata?” [Murqatul
Mafataih, 4/389]
[6]. Berapa Banyak Bukti-Bukti Dalam Kitab-Kitab Sunnah (Hadits), Sirah
(Perjalanan Hidup), Tarajum (Biografi) Tarikh (Sejarah), Bahkan Hingga
Dalam Kenyataan-Kenyataan Yang Kita Alami Saat Ini Yang Menunjukkan
Bahwa Allah Mengganti Rizki HambaNya Yang Berinfak Di Jalan Allah.
Berikut ini kami ringkaskan satu bukti dalam masalah ini. Imam Muslim
meriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu dari Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam beliau bersabda.
“Artinya : Ketika seorang laki-laki berada di suatu tanah lapang dari
bumi ini, tiba-tiba ia mendengar suara dari awan, ‘Siramilah kebun si
fulan!’. Maka awan itu bergerak menjauh dan menuangkan airnya di areal
tanah yang penuh dengan batu-batu hitam. Di sana ada aliran air yang
menampung air tersebut. Lalu orang itu mengikuti ke mana air itu
mengalir. Tiba-tiba dia (melihat) seorang laki-laki yang berdiri di
kebunnya. Ia mendorong air tersebut dengan sekopnya (ke dalam kebunnya).
Kemudian ia bertanya, ‘Wahai hamba Allah!, siapa namamu ?’ Ia menjawab,
‘Fulan’, yakni nama yang didengar di awan. Ia balik bertanya, ‘Wahai
hamba Allah!, kenapa engkau menanyakan namaku ?’ Ia menjawab,
‘Sesungguhnya aku mendengar suara di awan yang menurunkan air ini. Suara
itu berkata, ‘Siramilah kebun si fulan!. Dan itu adalah namamu. Apa
sesungguhnya yang engkau lakukan ? Ia menjawab, Jika itu yang engkau
tanyakan, maka sesungguhnya aku memperhitungkan hasil yang didapat dari
kebun ini, lalu aku bersedekah dengan sepertiganya, dan aku makan
beserta keluargaku sepertiganya lagi, kemudian aku kembalikan (untuk
menanam lagi) sepertiganya” [Shahih Muslim, Kitab Az-Zuhd wa Raqaiq, Bab
Ash-Shadaqah alal Masakin, no. 45 (2984), 4/2288]
Dalam riwayat lain disebutkan.
“Artinya : Dan aku jadikan sepertiganya untuk orang-orang miskin dan
peminta-minta serta ibnu sabil (orang-orang yang dalam perjalanan)” [Op.
cit, 4/2288]
Imam An-Nawawi berkata : “Hadits itu menjelaskan tentang keutamaan
bersedekah dan berbuat baik kepada orang-orang miskin dan orang-orang
yang dalam perjalanan. Juga keutamaan seseorang yang makan dari hasil
kerjanya sendiri, termasuk keutamaan memberi nafkah kepada keluarga”
[Op. cit. 18/115]
[Disalin dari buku Mafatiihur Rizq fi Dhau’il Kitab was Sunnah, edisi
Indonesia Kunci-Kunci Rizki Menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah hal 72-74,
Penerjemah Ainul Haris Arifin, Lc. Darul Haq]
_________
Foote Note.
[1]. Tafsir Ibnu Katsir 3/595. Lihat pula, Tafsirut Tahrir wa Tanwir, di
mana di dalamnya disebutkan, ‘Secara lahiriah, ayat ini menunjukkan
adanya penggantian rizki, baik di dunia maupun di akhirat’ (22/221).
[2]. Tafsir Ath-Thabari no. atsar 6168, 5/571. Lihat pula, At-tafsirul
Kabir, 7/65, Tafsirul Khazin, 1/290. Di mana disebutkan di dalamnya
:”Ampunan (yang diberikan) merupakan isyarat terhadap manfaat-manfaat
akhirat dan karunia adalah isyarat terhadap manfaat-manfaat dunia berupa
rizki dan diganti”
[3]. At-Tafsirul Qayyim, hal.168, Lihat pula, Fathul Qadir oleh
Asy-Syaukani 1/438 dimana dia berkata : “Fadhl (karunia) itu adalah
bahwa Allah akan mengganti kepada mereka dengan sesuatu yang lebih utama
dari apa yang mereka infakkan. Maka Allah meluaskan rizkinya dan
memberinya nikmat di akhirat dengan sesuatu yang lebih utama lebih
banyak, lebih agung dan lebih indah.
[4]. Murqatul Mafatih 4/366. Sayyid Muhammad Rasyid Ridha berkata :
“Makna do’a ini menurut saya adalah bahwa diantara sunnah-sunnah Allah
adalah Dia memberikan ganti kepada orang yang berinfak dengan memudahkan
sebab-sebab rizki baginya. Lalu Ia ditinggikan derajatnya di dalam hati
manusia. Sebaliknya orang yang bakhil (kikir) diharamkan dari yang
demikian” [Tafsirul Manar, 4/74]
[5]. Diriwayatkan oleh Al-Baihaqi dalam Syu’abul Iman (Lihat Misykatul
Mashabih, Kitab Az-Zakah, Bab Al-Infaq wa Karahiyatul Imsak, no. 1885,
dengan diringkas 1/590-591) Syaikh Al-Albani berkata, ‘Hadits ini shahih
karena jalur-jalurnya’ (Hamisy Misyakatil Mashabih 1/591) Lihat pula,
Majma’uz Zawa’id wa Manba’ul Fawa’id, 3/126, kasyful Khafa wa Maziliul
Ilbas 1/243-244, Tanqihur Ruwat fi Takhriji Ahaditsil Misykat, Syaikh
Ahmad Hasan Ad-Dakhlawi, 2/19
0 komentar:
Posting Komentar