Oleh
Syaikh Abdul Aziz Bin Abdullah bin Baz
Pertanyaan
Syaikh Abdul Aziz Bin Baz ditanya : Problem terbesar yang dihadapai
seorang penuntut ilmu adalah problem berpalingnya masyarakat darinya dan
dari ilmunya, sementara ia sendiri tidak mengetahui peran yang cocok
baginya di masyarakat, karena masyarakat materialistis di zaman sekarang
tidak menilai orang kecuali dengan standar materi yang dihasilkan dari
kerja apa saja. Bagaimana mengatasinya menurut pandangan Syaikh yang
mulia?
Lalu, apa yang harus dilakukan penuntut ilmu, apa harus berada di
masyarakat tertentu sehingga ia bisa belajar dan hidup di sana? Atau,
apa yang harus diperbuatnya? Kami mohon Syaikh berkenan memberi kami
wejangan/nasehat yang telah Syaikh dapatkan dari masyayikh anda dan yang
telah mereka peroleh dari masyayikh mereka.
Jawaban
Apa yang diungkapkan oleh penanya ini tidaklah benar. Karena yang benar,
bahwa ilmu itu mendahului ahli ilmu dan mengangkat martabat para
ahlinya disetiap masyarakat. Jika ia pergi ke Amerika, atau Inggris atau
Perancis atau negara mana saja, maka ilmunya akan mengangkat
martabatnya diantara minoritas kaum muslimin dan orang-orang yang
diserunya berdasarkan ilmu dari kalangan kaum musyrikin, karena mereka
akan tertarik kepada kebenaran jika mereka mengetahuinya dan
dalil-dalilnya yang nyata dan akhlak para pemeluknya yang mulia, karena
Islam adalah agama fithrah (sesuai naluri), agama keseimbangan dan
akhlak, agama kekuatan, kesemangatan, persamaan dan semua kebaikan.
Maka seorang penuntut ilmu yang berjalan di atas hujjah, ia mengetahui
dalil-dalil syar'iyah, mengetahui hukum-hukum Islam dan mengamalkannya,
tetap tegak kepalanya di mana saja dan tetap terhormat di mana saja,
lebih-lebih di tengah-tengah jama'ahnya dan penduduk negerinya bila
mereka mengetahui keilmuan dan wejangan (nasehat)nya serta kejujuran dan
kehati-hatiannya. Sebab, itulah faktor-faktor yang menyebabkannya
terhormat, bahkan menjadi dokter yang bijaksana yang menyeru ke jalan
Allah dengan hujjah dan kelembutan.
Orang yang demikian akan tegak kepalanya dan dihormati di mana saja, di
desa atau kabilah atau lainnya jika ia berperilaku dengan ilmu, baik
perkataan maupun perbuatan, jauh dari perilaku fasik dan karakter
orang-orang jahat.
Orang-orang semacam ini dicintai di sisi Allah dan para hambaNya yang
shalih selama ia berilmu, mengamalkan, menasehati saudara-saudaranya,
berlaku lembut terhadap mereka dan berambisi untuk memberi manfaat bagi
mereka dengan ilmu, akhlak, harta dan wibawanya, sebagaimana yang
dilakukan oleh para nabi dan orang-orang shalih.
Pernyataan yang menyebutkan bahwa penuntut ilmu tidak mendapat tempat di
masyarakat, adalah pernyataan yang tidak perlu dianggap, karena ini
merupakan ungkapan batil yang tidak sesuai dengan realita sebagaimana
kami paparkan tadi.
Seorang penuntut ilmu yang mengerti agamanya serta loyal terhadap Allah
dan para hambaNya, kepalanya akan tegak dan terhormat di mana saja, di
pesawat terbang, di kereta api, di darat, di laut, dan di mana saja,
jika ia ikhlas karena Allah serta menampakkan ilmu dan dakwah, berlaku
baik terhadap manusia dengan kelembutan dan perkataan yang baik, maka
baginya kabar gembira dan akibat yang terpuji serta pujian yang baik
dari masyarakat di samping pahala yang besar dari Allah Subhanahu wa
Ta'ala, sebagaimana firmanNya,
"Artinya : Sesungguhnya barangsiapa bertakwa dan bersabar, maka
sesungguhnya Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat
baik." [Yusuf: 90].
Dan firmanNya
"Artinya : Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami,
benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan
sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik."
[Al-Ankabu t: 69]
Allah pun berfirman ketika berbicara kepada nabiNya Subhanahu wa Ta'ala.
"Artinya : Maka bersabarlah; sesungguhnya kesudahan yang baik adalah bagi orang-orang yang bertakwa." [Hud: 49]
Dan masih banyak lagi ayat-ayat semakna lainnya.
Kemudian dari itu, jika ditakdirkan ada dai yang belum mencapai
tujuannya, bahkan disakiti dan diuji, bukankah ia punya suri teladan
pada diri para rasul? Mereka juga disakiti, diuji, dihinakan manusia
bahkan ada yang dibunuh. Maka seorang penuntut ilmu bisa meneladani
mereka dalam kesabaran dan ketabahan.
Taruhlah umpamanya, seorang penuntut ilmu tidak dihormati di masyarakat,
sebenarnya hal ini tidak membahayakannya, karena ia tidak menuntut ilmu
agar dihormati, tapi untuk menyelamatkan dirinya dari kebodohan dan
mengeluarkan manusia dari kegelapan ke alam yang terang benderang. Jika
mereka menerima, mereka akan menghormatinya, alhamdulillah. Jika tidak,
itupun tetap baik, bahkan sekalipun mereka membunuhnya atau
menghinakannya, ia bisa meneladani para rasul, bahkan rasul terakhir,
Muhammad Saw, pernah dianiaya dan dikeluarkan dari negerinya Makkah ke
Madinah.
Dari itu, seorang dai yang jujur dan ikhlas, memiliki berita gembira
tentang adanya kebaikan, kehormatan, kemuliaan dan akibat yang baik,
jika ia tetap menempuh jalan yang lurus, berakhlak mulia dan sesuai
petunjuk, serta memiliki kesan terpuji tanpa melakukan kekerasan maupun
kekasaran dan tidak melibatkan diri dalam hal-hal yang tidak
diperlukannya. Jika demikian, ia akan baik sebagaimana yang dilakukan
oleh para nabi dan rasul termasuk penutup mereka yang paling utama,
pemimpin para dai dan para mujahid, nabi kita Muhammad Shallallahu
alaihi wa sallam, dan sebagaimana yang dilakukan oleh orang-orang yang
mengikuti mereka dengan kebaikan. Wallahu waliyut taufiq.
[Majalah Al-Buhuts Al-Islamiyyah, edisi 47, Syaikh Ibnu Baz, hal. 163-166]
[Disalin dari bukuAl-Fatawa Asy-Syar'iyyah Fi Al-Masa'il Al-Ashriyyah
Min Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram, Penyusun Khalid Al-Juraisy, Edisi
Indonesia Fatwa-Fatwa Terkini, Penerjemah Amir Hamzah dkk, Penerbit
Darul Haq]
0 komentar:
Posting Komentar