Oleh: Ummu Salamah As-Salafiyyah
Yang saya maksudkan dengan jihad di sini adalah jihad yang berhukum
fardhu kifayah. Sedangkan jihad yang fardhu ‘ain, maka tidak ada
keharusan adanya keridhaan kedua orang tua akan hal tersebut.
Dari ‘Abdullah bin ‘Amr Radhiyallahu ‘anhuma, dia berkata, “Ada seorang
laki-laki yang meminta izin kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
untuk berjihad, maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda
kepadanya.
أَحَيٌّ وَالِدَاكَ؟ قَالَ: نَعَمْ.
“Apakah kedua orang tuamu masih hidup?’ Dia menjawab, ‘Ya, masih.”
Beliau pun bersabda
فَفِيهِمَا فَجَاهِدْ.
“Maka pada keduanya, hendaklah engkau berjihad (berbakti).’” [HR. Al-Bukhari dan Muslim]
Di dalam kitab Subulus Salaam (III/78), ash-Shan’ani mengatakan,
“Lahiriahnya sama, apakah itu jihad fardhu ‘ain maupun fardhu kifayah,
dan baik merasa keberatan pada kedua orang tuanya atau tidak. Jumhur
ulama berpendapat bahwasanya diharamkan berjihad bagi seorang anak jika
dilarang oleh kedua orang tuanya atau salah satu dari keduanya dengan
syarat keduanya harus muslim, karena berbakti kepada keduanya adalah
fardhu ‘ain sementara jihad tersebut adalah fardhu kifayah, tetapi dalam
jihad yang hukumnya fardhu ‘ain, maka lebih didahulukan jihad.
Jika ada yang mengatakan, ‘Berbakti kepada kedua orang tua adalah fardhu
‘ain juga sementara jihad pada saat diwajibkan, maka ia menjadi fardhu
‘ain. Dengan demikian, keduanya berkedudukan sama, lalu di mana letak
pendahuluan jihad?’
Dapat saya katakan, ‘Karena kemaslahatannya lebih umum, di mana jihad
dimaksudkan untuk menjaga agama sekaligus membela kaum muslimin,
sehingga kemaslahatannya bersifat umum, maka yang didahulukan atas yang
lainnya dan ia lebih didahulukan atas kemaslahatan penjagaan fisik. Di
dalamnya terdapat dalil yang menunjukkan keagungan berbakti kepada kedua
orang tua, dimana ia lebih utama daripada jihad (yang hukumnya fardhu
kifayah)”.
Dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin al-‘Ash Radhiyallahu ‘anhuma, dia berkata,
“Ada seorang laki-laki menghampiri Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
seraya berucap, ‘Aku berbai’at kepadamu untuk berhijrah dan berjihad
dengan mengharapkan pahala dari Allah.’ Beliau bertanya, ‘Apakah salah
seorang dari kedua orang tuamu masih hidup?’ Dia menjawab, ‘Ya, masih,
bahkan kedua-duanya.’ Maka beliau bersabda.
فَتَبْتَغِي اْلأَجْرَ مِنَ اللهِ؟ قَالَ: نَعَمْ.
“Berarti engkau menginginkan pahala dari Allah?” Dia menjawab, ‘Ya.’ “
Beliau bersabda:
فَارْجِعْ إِلَى وَالِدَيْكَ فَأَحْسِنْ صُحْبَتَهُمَا.
“Kembalilah kepada kedua orang tuamu, lalu pergaulilah mereka dengan baik” [HR. Muslim]
Dari ‘Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu ‘anhu, dia berkata.
سَأَلْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيُّ الْعَمَلِ
أَحَبُّ إِلَى اللهِ؟ قَالَ: اَلصَّلاَةُ عَلَى وَقْتِهَا، قَالَ: ثُمَّ
أَيُّ؟ قَالَ: بِرُّ الْوَالِدَيْنِ، قَالَ: ثُمَّ أَيُّ؟ قَالَ:
اَلْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللهِ
“Aku pernah tanyakan kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam,
‘Amal apakah yang paling dicintai Allah?’ Beliau menjawab, ‘Shalat pada
waktunya.’ ‘Lalu apa lagi?’ Tanyaku. Beliau menjawab, ‘Berbakti kepada
kedua orang tua.’ Lebih lanjut, kutanyakan, ‘Lalu apa lagi?’ Beliau
menjawab, ‘Jihad di jalan Allah.’” [Muttafaq ‘alaih]
Dari ‘Abdullah bin ‘Amr Radhiyallahu ‘anhuma, dia berkata, “Ada
seseorang mendatangi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam seraya
berucap, ‘Aku berbai’at kepadamu untuk berhijrah dan membiarkan kedua
orang tuaku menangis.’ Maka beliau bersabda.
اِرْجِعْ عَلَيْهِمَا فَأَضْحِكْهُمَا كَمَا أَبْكَيْتَهُمَا.
“Kembalilah kepada keduanya, lalu buatlah keduanya tertawa sebagaimana
engkau telah membuat keduanya menangis” [HR. Abu Dawud dengan sanad yang
hasan]
MEMINTA IZIN KEPADA KEDUA ORANG TUA DALAM MENUNTUT ILMU
Syaikh Abu ‘Abdirrahman Muqbil bin Hadi al-Wadi’i hafizhahullah Ta’ala
mengatakan, “Berhati-hatilah, jangan sampai kedua orang tuamu yang bodoh
menghalangimu untuk mencari ilmu yang bermanfaat. Sebab, sangat banyak
sekali dari para orang tua yang hatinya dipenuhi dengan cinta dunia dan
berpandangan yang sempit sekali, mereka tidak memikirkan, kecuali masa
depan anak di dunia”
Dan dalam kitab Masaa-il Ibnu Hani’ (II/164) dikatakan, ‘Aku pernah
mendengar Abu ‘Abdillah -yakni, Ahmad bin Hanbal- ditanya tentang
seseorang yang meminta izin kepada kedua orang tuanya untuk menuntut
ilmu hadits dan hal-hal yang bermanfaat baginya, maka dia berkata, ‘Jika
menyangkut penuntutan ilmu, maka aku berpendapat tidak ada masalah
baginya untuk tidak meminta izin kepada keduanya dalam mencari ilmu dan
hal-hal yang bermanfaat baginya.’’
Dan saya tidak menyuruhmu untuk durhaka kepada kedua orang tua dan tidak
juga memutuskan silaturahmi dengan keduanya, tetapi saya hanya
menguatkan mana yang lebih bermanfaat bagi Islam dan kaum muslimin.
Adapun jika keduanya membutuhkanmu untuk memberi nafkah atau berbakti
kepada keduanya, maka tidak boleh meninggalkan keduanya. Hal itu
didasarkan pada hadits.
فَفِيْهِمَا فَجَاهِدْ.
“Dan pada keduanya berjihadlah (berhati-hatilah)”
Selain itu, hafizhahullah Ta’ala juga berkata di dalam kitab Ijaabatus
Saa-il ‘alaa Ahammil Masaa-il, hal. 510, sebagai jawaban bagi penanya,
dimana dia bertanya, “Saya mempunyai keinginan untuk menuntut ilmu
sementara orang tuaku melarangku, lalu apakah saya boleh melanggarnya
dan tetap keluar mencari ilmu? Tolong beritahu kami, insya Allah engkau
akan mendapatkan pahala.’
Syaikh ‘Abdurrahman hafizhahullah mengatakan, “Engkau memiliki keinginan
menuntut ilmu, tetapi orang tuamu melarangmu? Apakah boleh bagimu atau
tidak untuk pergi menuntut ilmu sedang orang tuamu melarangmu?
Jika orang tuamu memang membutuhkanmu untuk mencarikan rizki dan
menghidupinya sementara dia tidak memiliki siapa-siapa kecuali Allah
Subhanahu wa Ta’ala, baru kemudian dirimu, maka engkau tidak boleh
meninggalkannya sedang Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri telah
bersabda.
كَفَى بِالْمَرْءِ إِثْمًا أَنْ يُضَيِّعَ مَنْ يَقُوْتُ.
“Cukuplah seseorang berdosa karena menyia-nyiakan orang yang diberinya makan”
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda ketika seseorang
meminta izin kepada beliau untuk ikut berjihad, lalu beliau berkata
kepadanya, ‘Apakah kedua orang tuamu masih hidup?’ Dia menjawab, ‘Ya,
masih.’ Maka beliau bersabda, ‘Maka pada keduanya berjihadlah”
“Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar” [Ath-Thalaaq : 2]
Jika engkau telah bertakwa kepada Allah, mudah-mudahan Allah Ta’ala akan
menuntun orang untukmu yang akan mengajarimu atau minimal engkau akan
membeli kaset-kaset ilmiah.’”
MEMINTA IZIN KEPADA KEDUA ORANG TUA
Diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari dari hadits Abu Sa’id al-Khudri
Radhiyallahui ‘anhu, dia berkata, “Aku pernah berada di salah satu
majelis kaum Anshar, tiba-tiba Abu Musa datang seolah dia ketakutan
seraya berkata, ‘Aku telah meminta izin tiga kali kepada ‘Umar, tetapi
dia tidak memberiku izin, lalu aku kembali.’” Maka dia berkata, “Apa
yang menghalangimu?” Maka Abu Musa mengatakan, “Aku telah meminta izin
tiga kali tetapi dia tidak memberiku izin sehingga aku kembali dan
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda.
إِذَا اسْتَأْذَنَ أَحَدُكُمْ ثَلاَثًا فَلَمْ يُؤْذَنْ لَهُ فَلْيَرْجِعْ.
“Jika salah seorang di antara kalian meminta izin tiga kali lalu dia
tidak diberi izin, maka hendaklah dia kembali…” [HR. Al-Bukhari]
Diriwayatkan oleh Imam Muslim dari ‘Aisyah Radhiyallahu ‘anha, dia berkata:
أَرْسَلَ أَزْوَاجُ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
فَاطِمَةَ بِنْتَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَى
رَسُولِ الله صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، فَاسْتَأْذَنَتْ
عَلَيْهِ وَهُوَ مُضْطَجِعٌ مَعِي فِي مِرْطِي فَأَذِنَ لَهَا فَقَالَتْ:
يَا رَسُولَ اللهِ إِنَّ أَزْوَاجَكَ أَرْسَلْنَنِي إِلَيْكَ يَسْأَلْنَكَ
الْعَدْلَ فِي ابْنَةِ أَبِي قُحَافَةَ...
“Isteri-isteri Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengutus
Fathimah binti Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dia meminta izin kepada beliau
yang ketika itu tengah berbaring bersamaku di atas kainku dari kulit
domba. Lalu beliau memberikan izin kepadanya. Maka Fathimah berkata,
‘Wahai Rasulullah, sesungguhnya isteri-isterimu telah mengutusku
kepadamu untuk meminta keadilan mengenai puteri Abu Quhafah (‘Aisyah).”
…Dan hadits yang panjang ini telah diketengahkan.
Imam al-Bukhari rahimahullah meriwayatkan di dalam kitab al-Adabul
Mufrad (no. 1060), ia berkata, Adam memberitahu kami, ia berkata,
Syu’bah memberitahu kami dari Abu Ishaq, dia berkata, ‘Aku pernah
mendengar Muslim bin Nadzir berkata, Ada seseorang yang bertanya kepada
Hudzaifah seraya berkata, “Apakah aku harus minta izin kepada ibuku?”
Dia menjawab, “Jika engkau tidak minta izin kepadanya, maka engkau akan
melihat suatu hal yang tidak engkau sukai.” Atsar ini hasan.
Imam al-Bukhari rahimahullah meriwayatkan di dalam kitab al-Adab
al-Mufrad (no. 1059), ia berkata: Muhammad bin Yusuf memberitahu kami,
dia berkata, Sufyan memberitahu kami dari al-A’masy dari Ibrahim dari
Alqamah, dia berkata, Ada seseorang datang kepada ‘Abdullah seraya
bertanya, “Apakah aku harus minta izin kepada ibuku?” Dia menjawab,
“Tidak pada setiap hal dari diri ibumu, engkau ingin melihatnya.” Atsar
ini shahih.
[Disalin dari buku Al-Intishaar li Huquuqil Mu’minaat, Edisi Indonesia
Dapatkan Hak-Hakmu Wahai Muslimah, Penulis Ummu Salamah As-Salafiyyah,
Penerbit Pustaka Ibnu Katsir, Penerjemah Abdul Ghoffar EM]
0 komentar:
Posting Komentar