Oleh: Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin
Pertanyaan
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Bagaimana caranya
berbakti kepada kedua orang tua ? Dan apakah boleh ibadah umrah
(mengumrahkan) untuk salah seorang mereka walaupun pernah
melaksanakannya ?
Jawaban
Berbakti kepada kedua orang tua adalah berbuat baik kepada mereka dengan
harta, wibawa (kedudukan) dan bantuan fisik. Ini hukumnya wajib.
Sedangkan durhaka kepada kedua orang tua termasuk perbuatan yang berdosa
besar, yaitu tidak memenuhi hak-hak mereka. Berbuat baik kepada mereka
semasa hidup, sudah maklum, sebagaimana kami sebutkan tadi, yaitu dengna
harta, wibawa (kedudukan) dan bantuan fisik. Adapun setelah meninggal,
maka cara berbaktinya adalah dengan mendo’akan dan memohonkan ampunan
bagi mereka, melaksanakan wasiat mereka, menghormati teman-teman mereka
dan memelihara hubungan kekerabatan yang ada tidak akan punya hubungan
kekerabatan dengan mereka tanpa keduanya. Itulah lima perkara yang
merupakan bakti kepada kedua orang tua setelah mereka meninggal dunia.
Bersedekah atas nama keduanya hukumnya boleh. Tapi tidak harus, misalnya
dengan mengatakan kepada sang anak, “Bersedekahlah”. Namun yang lebih
tepat, “Jika engkau bersedekah, maka itu boleh”. Jika tidak bersedekah,
maka mendo’akan mereka adalah lebih utama, berdasarkan sabda Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
“Artinya : Jika seorang manusia meninggal, terputuslah semua amalnya
kecuali tiga, shadaqah jariyah, atau ilmu yang bermanfaat, atau anak
shalih yang mendo’akannya” [Hadits Riwayat Muslim dalam Al-Washiyah
(1631)]
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan bahwa do’a itu bersetatus
memperbaharui amal. Ini merupakan dalil bahwa mendo’akan kedua orang
tua setelah meninggal adalah lebih utama daripada ibadah umrah
(mengumrahkan) mereka, membacakan Al-Qur’an untuk mereka dan shalat
untuk mereka, karena tidak mungkin Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
menggantikan yang utama dengan yang tidak utama, bahkan tentunya beliau
pasti menjelaskan yang lebih utama dan menerangkan bolehnya yang tidak
utama. Dalam hadits tadi beliau menjelaskan yang lebih utama.
Adapun tentang bolehnya yang tidak utama, disebutkan dalam hadits Sa’d
bin Ubaidillah, yaitu saat ia meminta izin kepada Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam untuk bersedekah atas nama ibunya, lalu beliau
mengizinkan[1]. Juga seorang laki-laki yang berkata kepada Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Wahai Rasulullah, ibuku meninggal
tiba-tiba, dan aku lihat, seandainya ia sampai berbicara, tentu ia akan
bersedekah. Bolehkah aku besedekah atas namanya ?” Beliau menjawab,
“Boleh”[2]
Yang jelas, saya sarankan kepada anda untuk banyak-banyak mendo’akan
mereka sebagai pengganti pelaksanaan umrah, sedekah dan sebagainya,
karena hal itulah yang ditujukan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam. Kendati demikian, kami tidak mengingkari bolehnya bersedekah,
umrah, shalat atau membaca Al-Qur’an atas nama mereka atau salah
satunya. Adapun bila mereka memang belum pernah melaksanakan umrah atau
haji, ada yang mengatakan bahwa melaksanakan kewajiban atas nama
keduanya adalah lebih utama daripada mendo’akan. Wallahu a’lam
[Kitab Ad-Da’wah (5), Syaikh Ibnu Utsaimin 2/148-149]
[Disalin dari kitab Al-Fatawa Asy-Syar’iyyah Fi Al-Masa’il Al-Ashriyyah
Min Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa
Terkini-3, Penyusun Khalid Al-Juraisy, Penerjemah Amir Hamzah, Penerbit
Darul Haq]
_________
Foote Note
[1]. Hadits Riwayat Al-Bukhari dalam Al-Washaya (2760)
[2]. Hadits Riwayat Al-Bukhari dalam Al-Janaiz (1388), Muslim dalam Al-Washiyah (1004)
0 komentar:
Posting Komentar