Oleh: Syaikh Shâlih bin Fauzan al-Fauzan
Islam, agama yang sempurna, sangat memperhatikan pertumbuhan generasi.
Untuk itu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memerintahkan
kita agar memilih istri shalihah, penuh kasih sayang dan banyak
keturunannya.
Dari istri-istri yang shalihah ini, diharapkan terlahir
anak-anak yang shalih-shalihah, kokoh dalam beragama. Sehingga Islam
menjadi kuat dan musuh merasa gentar. Demikianlah, ibu memiliki peran
yang dominan dalam membangun pondasi dan mencetak generasi, karena
dialah yang akan mendidik anak-anak dalam ketaatan dan ketakwaan kepada
Allah Subhanahu wa Ta’ala .
Perhatian Islam lainnya yang terkait dan ikut berpengaruh dengan
pendidikan anak, yaitu Rasulullah menganjurkan agar orang tua memberi
nama yang baik terhadap anak-anaknya. Suatu nama akan turut memberi
pengaruh pada anak. Sehingga banyak riwayat yang menjelaskan Rasululah
merubah beberapa nama yang tidak sesuai dengan Islam.
Ketegasan Islam dalam mendidik ini, juga bisa dikaji dari sabda
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam , bahwa ketika anak menginjak
usia tujuh tahun, hendaklah kedua orang tua mengajarkan dan
memerintahkan anak-anaknya untuk melakukan shalat. Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
مُرُوا أَوْلَادَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَهُمْ أَبْنَاءُ سَبْعِ سِنِينَ
وَاضْرِبُوهُمْ عَلَيْهَا وَهُمْ أَبْنَاءُ عَشْرٍ وَفَرِّقُوا بَيْنَهُمْ
فِي الْمَضَاجِعِ
Perintahkanlah anak-anakmu untuk shalat ketika berusia tujuh tahun, dan
pukullah jika enggan melakukan shalat bila telah berusia sepuluh tahun,
serta pisahkanlah tempat tidur di antara mereka. [HR Abu Dawud, dan
dishahîhkan oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albâni dalam Shahîh
Sunan Abi Dawud, no. 466]
Perintah mengajarkan shalat, berarti juga mencakup hal-hal berkaitan
dengan shalat. Misalnya, tata cara shalat, thaharah, dan kewajiban
shalat berjama'ah di masjid, sehingga anak bisa lebih dekat dan akrab
dengan kaum Muslimin.
Adapun pukulan pada anak, Islam memperbolehkan para orang tua untuk
memukul, jika anak malas dan enggan melakukan sholat. Tetapi hendaklah
diperhatikan, pukulah tersebut dalam batas-batas tarbiyah (pendidikan),
dengan syarat bukan pukulan yang membahayakan, dan bukan pula pukulan
mainan, sehingga tidak ada pengaruh apapun. Di antara tujuannya, supaya
anak merasakan hukuman bila ia melakukan kemaksiatan meninggalkan
shalat.
Namun kita lihat pada masa ini, pukulan, sebagai salah satu wasilah
dalam tarbiyyah, banyak ditinggalkan para orang tua. Dalih yang
disampaikan, karena rasa sayang kepada anak. Padahal rasa sayang yang
sebenarnya harus diwujudkan dengan diberi pendidikan. Dan salah satunya
dengan dipukul saat anak melakukan perbuatan maksiat.
Rasulullah juga memerintahkan para orang tua supaya memisahkan tempat
tidur anak-anak yang telah memasuki usia sepuluh tahun. Maksud pemisahan
ini, ialah untuk menghindari fitnah syahwat.
Oleh karena itu, jika orang tua orang tua bertanggung jawab terhadap
anak-anaknya saat mereka tidur, lalu bagaimana saat mereka keluar dari
rumah dan bergaul dengan masyarakat? Maka tentu orang tua memiliki
tanggung jawab yang lebih besar lagi. Orang tua harus senantiasa
mengawasi anak-anaknya, menjauhkannya dari teman dan pergaulan yang
buruk lagi menyesatkan. Karena tarbiyah tidak hanya ketika berada rumah
saja, namun juga ketika anak-anak berada di luar rumah. Sebagai orang
tua harus mengetahui tempat dan dengan siapa anak-anaknya bergaul.
Ingatlah, orang tua adalah pemimpin, ia akan diminta tanggung jawabnya.
كُلُّكُمْ رَاعٍ وَ كُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan diminta
pertanggungjawaban tentang yang kalian pimpin. [Muttafaqun 'alaih].
Kebaikan anak menjadi penyebab kebaikan, khususnya bagi orang tua dan
keluarganya, dan secara umum untuk kaum Muslimin. Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda:
إِذَا مَاتَ ابْنُ آدَمَ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثٍ صَدَقَةٍ
جَارِيَةٍ وَعِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ وَوَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ
Apabila seseorang telah meninggal dunia, maka terputuslah semua
amalannya kecuali tiga perkara: shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat,
atau anak shalih yang mendoakan kedua orang tuanya [HR at-Tirmidzi].
Oleh karena itu, keberhasilan pendidikan seorang anak dengan kebaikan
dan ketaatannya, memiliki manfaat dan pengaruh yang besar bagi para
orang tua baik, ketika masih hidup maupun sesudah meninggal dunia.
Ketika orang tua masih hidup, sang anak akan menjadi hiburan,
kebahagiaan dan qurrata-a'yun (penyejuk hati). Dan ketika orang tua
sudah meninggal dunia, maka anak-anak yang shalih senantiasa akan
mendoakan, beristighfar dan bersadaqah untuk orang tua mereka.
Sebaliknya, betapa malang orang tua yang anaknya tidak shalih dan ia
durhaka. Anak yang durhaka tidak bisa memberi manfaat kepada orang
tuanya, baik ketika masih hidup maupun saat sudah meninggal. Orang tua
tidak akan bisa memetik buahnya, kecuali hanya kerugian dan keburukan.
Keadaan seperti ini bisa terjadi jika para orang tua yang tidak
memperhatikan pendidikan atau tarbiyyah anak-anaknya.
Salah satu contoh dalam tarbiyah yang benar, yaitu hendaklah para orang
tua bersikap adil terhadap semua anak-anaknya. Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam mengingatkan kita.
فَاتَّقُوا اللَّهَ وَاعْدِلُوا بَيْنَ أَوْلَادِكُمْ
Maka bertakwalah kalian semua kepada Allah dan berbuatlah adil kepada anak-anakmu. [HR Imam al-Bukhâri]
Pernah terjadi, ketika salah seorang sahabat memberi kepada sebagian
anak-anaknya, kemudian ia menghadap kepada Rasulullah supaya beliau n
bersedia menjadi saksi. Maka beliau n bertanya: “Apakah semua anakmu
engkau memberi yang seperti itu?”
Dia menjawab,"”Tidak,” kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda: “Carilah saksi selain diriku, karena aku tidak mau menjadi
saksi dalam keburukan. Bukankah akan bisa membahagiakanmu, apabila
engkau memberikan sesuatu yang sama?”
Dia menjawab :”Ya,” maka kata Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam :” Maka lakukanlah!”
Anehnya, ada sebagian orang tua, manakala dinasihati tentang tarbiyah
anak, justru melakukan sanggahan. Orang tua ini mengatakan bahwa
kebaikan ada di tangan Allah, atau hidayah terletak di tangan Allah.
Memang benar hidayah berada di tangan Allah, sebagaiaman firman Allah
Subhanahu wa Ta’ala :
إِنَّكَ لَا تَهْدِي مَنْ أَحْبَبْتَ وَلَٰكِنَّ اللَّهَ يَهْدِي مَنْ يَشَاءُ ۚ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ
Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang
kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang
dikehendaki-Nya, dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang mau
menerima petunjuk. [al-Qashash/28:56].
Namun yang perlu diperhatikan, faktor yang menjadi penyebab adanya
kebaikan dan hidayah, ialah karena peran orang tua. Apabila para orang
tua telah berperan secara maksimal dan telah menunaikan kewajibannya
dalam tarbiyah, maka hidayah berada di tangan Allah Subhanahu wa Ta’ala .
Sedangkan jika orang tua lalai dan mengabaikan tarbiyah, maka Allah
Subhanahu wa Ta’ala akan memberikan balasan dengan kedurhakaan dan
keburukan kepada anak. Ingatlah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
:
كُلُّ مَوْلُودٍ يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ
Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah, maka kedua orang tuanyalah
yang menyebabkan anak menjadi Yahudi, Nasrani atau Majusi [HR Imam
al-Bukhâri].
Disinilah kita harus memahami secara benar, betapa besar peran orang tua
terhadap anak. Orang tua memiliki tanggung jawab membentuk keimanan dan
karakter anak. Dari orang tua itulah akan terwujud sosok kepribadian
seorang anak.
Akhirnya, marilah kita menjaga fitrah anak-anak kita. Yaitu fitrah di
atas kebenaran dan kebaikan. Karena semua yang kita lakukan atas diri
anak, akan diminta pertanggungjawabnya di hadapan Allah Azza wa Jalla .
Perhatian terhadap anak merupakan perkara yang teramat penting dan
pertanggungjawaban yang besar di hadapan Allah. Oleh karena itu, para
manusia terbaik, yaitu para nabi senantiasa mendoakan kebaikan untuk
diri dan anak keturunan mereka.
Nabi Ibrahim Alaihissallam berdoa:
رَبِّ هَبْ لِي مِنَ الصَّالِحِينَ
Ya Rabbku, anugerahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang yang shalih. [ash-Shafât/37:100]
رَبَّنَا وَاجْعَلْنَا مُسْلِمَيْنِ لَكَ وَمِنْ ذُرِّيَّتِنَا أُمَّةً
مُسْلِمَةً لَكَ وَأَرِنَا مَنَاسِكَنَا وَتُبْ عَلَيْنَا ۖ إِنَّكَ أَنْتَ
التَّوَّابُ الرَّحِيمُ
Ya Rabb kami, jadikanlah kami berdua orang yang tunduk patuh kepada
Engkau, dan (jadikanlah) di antara anak-cucu kami umat yang tunduk patuh
kepada Engkau, dan tunjukkanlah kepada kami cara-cara dan tempat-tempat
ibadah haji kami, dan terimalah taubat kami. Sesungguhnya Engkaulah
Yang Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang. [al-Baqarah/2:128]
Nabi Zakariya Alaihissallam berdoa:
قَالَ رَبِّ هَبْ لِي مِنْ لَدُنْكَ ذُرِّيَّةً طَيِّبَةً ۖ إِنَّكَ سَمِيعُ الدُّعَاءِ
Di sanalah Zakariya mendoa kepada Rabbnya seraya berkata, "Ya Rabbku,
berilah aku dari sisi Engkau seorang anak yang baik. Sesungguhnya Engkau
Maha Pendengar doa". ['Ali 'Imran/3:38].
Begitu juga dengan para salaf pendahulu kita, mereka berdoa:
رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا
Ya Rabb kami, anugerahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan
keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam
bagi orang-orang yang bertakwa. [al-Furqân/25:74].
Demikianlah para nabi, meskipun memiliki kedudukan dan dekat dengan
Allah Subhanahu wa Ta’ala , mereka tetap saja senantiasa berdoa penuh
harap, memohon kepada Allah Azza wa Jalla agar dianugerahi keturunan
yang shalih dan shalihah, maka bagaimana dengan kita? Tentunya, kita
tergerak dan lebih bersemangat melakukannya.
Oleh karena itu, marilah kita berdoa dan selalu berusaha memberikan
pendidikan dan tarbiyah kepada anak-anak kita dengan berlandaskan din
(agama) yang shahîh dan lurus.
(Diringkas oleh Ustadz Abu Ziyad Agus Santoso, dari
al-Khutabul-Minbariyyah, Syaikh Shâlih bin Fauzan al-Fauzan, halaman
148-155)
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 09/Tahun XI/1428/2007M. Penerbit
Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton
Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196]
0 komentar:
Posting Komentar